Dreams are renewable. No matter what our age or condition, there are still untapped possibilities within us and new beauty waiting to be born.

-Dale Turner-

Minggu, 06 Juni 2010

Taman Tertua di Bandung "PIETERSPARK"

Coba kita bayangkan bagaimana rasanya duduk di taman dengan pepohonan yang rindang, bunga-bunga yang bermekaran, suara gemercik air, dan melihat orang lalu lalang mengendarai sepeda di sore hari. Ini merupakan cerita nyata gambaran Kota Bandung tempo dulu. “Sekarang, orang-orang sudah tidak sempat untuk duduk santai di taman dan menikmati suasana kota. Semuanya sudah bergerak serba cepat dan suasananya pun sudah tidak seasri dulu.” begitu papar Sudarsono Katam, budayawan dan pemerhati Kota Bandung, sekaligus pemilik toko buku antik g’S Books di kediamannya Jalan Tanjung No. 1, Bandung.
Taman yang saat itu menjadi primadona warga Kota Bandung adalah Pieterspark (sekarang Taman Dewi Sartika), Insulindepark (sekarang Taman Lalu Lintas), Molukkenpark (sekarang Taman Maluku), dan Jubileumpark (sekarang Tamansari). Taman-taman ini dirancang dan ditata sedemikian rupa sebagai tempat untuk kegiatan warga Kota Bandung. Lain halnya dengan Oranje Nassau Plein (sekarang Taman Pramuka) dan Tjilaki Plein (sekarang Taman Cilaki) yang dirancang sebagai hutan kota, sama seperti Tjibeoenjing Plantsoen (sekarang Taman Cibeunying) yang dikhususkan sebagai jalur hijau hutan kota.




Lalu, dimanakah taman tertua yang ada di Kota Bandung? Menurut sejarah, adalah Taman Dewi Sartika yang dibangun pada tahun 1885. Dulu, taman ini bernama Taman Sijthoffpark. Nama tersebut diambil sebagai bentuk dedikasi terhadap Asisten Residen Priangan, Pieter Sijthoff, yang sangat berjasa terhadap perkembangan Kota Bandung pada masa itu. Ia berjasa dalam memajukan Kota Bandung dari berbagai aspek, terutama penghijauan. Taman yang dibangun oleh R. Teuscher, seorang pakar tanaman (botanikus) yang bertempat tingal di pojok Tamblongweg (Jalan Tamblong) ini memiliki luas 14.720 meter persegi dan disebut oleh warga prbumi jaman dulu sebagai Kebon Radja karena letaknya yang berhadapan dengan Kweekschool voor Inlandsche Order wijzern (sekarang Polwiltabes). Sekolah itu disebut sebagai Sakola Radja karena dikenal sebagai sekolah tempat anak-anak raja menuntut ilmu di Bandung.

Sekitar tahun 1980an, Taman Sijthoffpark dikenal warga Bandung dengan sebutan Taman Badak Putih, karena di dalam taman tersebut terdapat patung badak putih. Letak patung badak putih tersebut berdiri persis di atas jalan yang menghubungkan Jalan Wastukencana dengan Jalan Merdeka. “Dulu jalur tersebut adalah jalan yang memisahkan taman dengan halaman Balai Kota. Sekarang, Taman Dewi Sartika dan halaman Balai Kota menjadi satu kesatuan.” papar Sudarsono Katam, ketika ditemui di kediamanya, Rabu (11/2). Kemudian di tahun 1990an, namanya berganti menjadi Taman Dewi Sartika. Penggantian nama tersebut seiring dengan penempatan patung Dewi Sartika yang letaknya berdekatan dengan patung badak putih.

Meskipun saat ini warga Kota Bandung sudah jarang menikmati suasana di taman kota, pada kenyataannya masih ada warga yang menghabiskan waktu mereka untuk sekedar mengobrol atau bermain. Seperti yang dilakukan oleh siswi-siswi SMK Negeri 1 Kota Bandung. Selain jaraknya yang dekat dengan sekolah, mereka mengakui bahwa suasana di taman Dewi Sartika sangat sejuk. “Biasanya saya kumpul disini sama teman-teman. kadang-kadang juga sambil mengerjakan tugas sekolah.” ujar Nita Kartika Sari, siswa SMK Negeri 1 Kota Bandung. Hal ini membuktikan bahwa warga Kota Bandung masih memanfaatkan keberadaan taman kota sebagai tempat untuk berinteraksi satu sama lain.
Selain berfungsi sebagai paru-paru kota, taman juga berfungsi sebagai penghias wajah sebuah kota. “Taman yang ada di Kota Bandung harus tampil dengan baik. Tanamannya harus terawat dan semua fasilitasnya terjamin. Setiap hari, ada petugas khusus yang melakukan pengecekan terhadap tanaman-tanaman yang mati, kemudian diganti dengan tanaman yang baru. Begitu juga dengan fasilitas lainnya, seperti lampu dan tempat duduk.” jelas Yogi. Ia juga memaparkan mengenai taman-taman yang masih sering dirusak oleh warga. Maka sebagai upaya untuk menjaga keindahan taman, beberapa diantaranya diberi pagar pembatas agar semua yang ada di taman tersebut bisa terjaga kondisinya.


oleh: R.R SISKA A.K

6 komentar:

  1. Taman yang sudah ada janagn dirusak lagi, biar keasliannya tetap terjaga. Seperti contoh RS Dustira di Cimahi, yang sejak tahun 1838 dibangun, tidak ada yang berubah sedikitpun dan sampai sekarang masih dugunakan.

    BalasHapus
  2. dunia trus brkmbang,, yg bgni bkal di tnggln..
    huhu

    BalasHapus
  3. semoga aja taman seperti ini, bisa terus ada.
    jadi jangan dirusak yaaahhh.hehehehe

    BalasHapus
  4. wah kalo makin banyak manusia yang acuh bakala tambah rusak nih...:(

    BalasHapus
  5. sayang masyarakat kurang concern terhadap lingkungan hidup seperti taman ini padahal taman bisa mengurangi bahaya global warming

    BalasHapus
  6. padahal kalo taman ini dirawat, bisa menjadi salah satu tempat alternatif untuk liburan lhooo..

    BalasHapus